Tarif AS Alarm Serius, Pemerintah Harus Respon dengan Aksi Nyata, Terarah, dan Berpihak

04-04-2025 / KOMISI XI
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, M. Hanif Dhakiri. Foto: Dok/vel

PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, M. Hanif Dhakiri, menyebut kebijakan Amerika Serikat yang memberlakukan tarif impor tambahan sebesar 32 persen terhadap produk Indonesia sebagai alarm serius bagi ekonomi nasional. Ia menegaskan, pemerintah harus segera merespons dengan langkah nyata, terarah, dan berpihak.

 

“Ini bukan sekadar urusan dagang, tapi pukulan langsung ke industri padat karya dan jutaan pekerja. Pemerintah tak bisa hanya berdiri di pinggir lapangan. Harus turun tangan penuh,” ujar Hanif dalam keterangan tertulis yang dikutip Parlementaria, di Jakarta, Jumat (4/4/2025).

 

Per 2 April 2025, Presiden AS Donald Trump resmi memberlakukan tarif dasar 10 persen untuk seluruh negara, dan tarif tambahan bervariasi berdasarkan penilaian atas praktik perdagangan negara mitra. Indonesia dikenakan tarif tambahan 32% atas sejumlah produk, sedangkan negara lain dikenai tarif berbeda. Misalnya Vietnam 46% dan China 34%. Penetapan ini mengacu pada kalkulasi hambatan perdagangan, manipulasi mata uang, dan akses pasar.

 

Hanif menyebut kebijakan ini menyasar langsung komoditas ekspor unggulan Indonesia seperti alas kaki, tekstil dan garmen, minyak nabati, serta alat listrik. Nilai ekspor Indonesia ke AS pada 2023 mencapai USD 31 miliar atau sekitar Rp500 triliun, tertinggi kedua setelah China.

 

“Kalau tidak diantisipasi, dampaknya bisa meluas, (misalnya) ekspor turun, PHK meningkat, inflasi naik, dan daya beli masyarakat tertekan,” ujar Politisi Fraksi PKB ini.

 

Nilai tukar rupiah saat ini telah menyentuh Rp16.675 per dolar AS, meskipun Bank Indonesia telah menggelontorkan lebih dari USD 4,5 miliar cadangan devisa untuk intervensi pasar. “Strategi moneter penting, tapi tak cukup. Tanpa penguatan sektor riil dan fiskal, ekonomi kita bisa limbung,” tegasnya.

 

Ia mendorong diversifikasi pasar ekspor ke kawasan BRICS dan Afrika, serta penguatan UMKM dan industri berbahan baku lokal agar naik kelas dan lebih tangguh menghadapi guncangan eksternal. “Tarif AS harus kita jawab dengan keberanian industrialisasi. Produk lokal tak boleh hanya bertahan, harus maju dan menembus pasar baru,” katanya.

 

Hanif juga menyoroti pentingnya investasi pada sumber daya manusia, termasuk pekerja migran yang tahun lalu menyumbang devisa sebesar USD 14 miliar. “Mereka (pekerja migran) bukan beban, tapi kekuatan. Kalau dikelola serius, lima hingga sepuluh tahun ke depan mereka bisa jadi pilar ekonomi nasional,” ujar mantan Menteri Ketenagakerjaan RI ini.

 

Menutup pernyataannya, Hanif menegaskan bahwa tekanan global adalah ujian arah kebijakan nasional. “Ini saatnya melangkah dengan strategi yang berani dan keberpihakan yang nyata,” pungkasnya. (we/rdn)

BERITA TERKAIT
Ekonomi Global Tak Menentu, Muhidin Optimistis Indonesia Kuat
15-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Makassar - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa ketidakpastian ekonomi global yang utamanya dipicu konflik di berbagai belahan dunia,...
BI Harus Gencar Sosialisasi Payment ID Demi Hindari Misinformasi Publik
14-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Balikpapan — Peluncuran Payment ID sebagai identitas tunggal transaksi digital terus disorot. Meskipun batal diluncurkan pada 17 Agustus 2025...
Komisi XI Minta BI Lakukan Sosialisasi Masif Penggunaan ID Payment
14-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Batam-Komisi XI DPR RI menyoroti isu Payment ID yang belakangan menuai polemik di tengah masyarakat. Polemik tersebut terjadi lantaran...
PPATK Jangan Asal Blokir Rekening Masyarakat
13-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Makassar - Pemblokiran puluhan juta rekening oleh Pusat Pelaporan Analisis Transaksi dan Keuangan (PPATK) menimbulkan polemik. Diberitakan di berbagai...